ABSTRAK
Sebagai salah seorang tokoh manajemen ilmiah gagasan pemikiran FW Taylor sering mendapat kritik karena cenderung mengabaikan faktor-faktor psikologi dan sosial para employee (pekerja). Gagasannya yang menekankan efisiensi dianggap memperlakukan pekerja layaknya sebagai mesin. Akan tetapi jika ditelaah lebih jauh pemikiran beliau yang berjudul The Principles of Scientific Management kritik tersebut terbantahkan. Gagasan-gagasannya justru manusiawi, yaitu menciptakan situasi yang harmonis dalam perusahaan. Dalam penjelasan yang disampaikan dalam suatu testimoni di hadapat Masyarakat Ahli teknik Amerika Serikat (The American Society of Mechanical Engineers), ditegaskan bahwa perhatian utama dari manajemen ilmiah adalah bagaimana menciptakan suatu kondisi yang memaksimumkan kesejahteraan baik bagi pemilik perusahaan maupun bagi pekerja. Dengan kesejahteraan yang maksimum kedua element inti dalam perusahaan tersebut akan tercipta suatu situasi yang kondusif bagi terwujudnya harmoni dalam organisasi perusahaan, positive sum game, bukan situasi destruktif-antagonistik antar perusahaan-pekerja atau zero bahkan negative sum game.
Kata kunci: pekerja, employer, kesejahteraan, manajemen ilmiah
Pendahuluan
Kritik terhadap pemikiran manajemen ilmiah yang digagas oleh FW Taylor yang menganggap manusia sebagai makhluk yang sepenuhnya rasional dan memperlakukannya dalam pekerjaan sebagaimana layaknya mesin, tidak sepenuhnya benar. Kritik yang tidak benar tersebut disebabkan oleh pemahaman terhadap gagasan Taylor yang tidak komprehensif dan utuh. Gagasan Taylor diterima hanya sisi-sisi teknis saja seperti studi gerak dan waktu dan pengupahan diferensial. Aspek-aspek filosofisnya justru diabaikan yaitu bahwa hakekat efisiensi pekerjaan yang digagas adalah dalam rangka mencapai kesejahteraan maksimum bagi dua pilar utama dalam organisasi perusahaan yaitu pemilik perusahaan dan pekerja. Dengan memahami filosofi pemikiran Taylor tersebut, diharapkan dapat meluruskan stigma negatif yang selama ini dilabelkan pada pemikiran perintis manajemen ilmiah tersebut.
Pokok-Pokok Pemikiran
Perhatian utama pemikiran Taylor adalah bagaimana meningkatkan efisiensi, tidak hanya dengan menurunkan biaya yang lebih rendah tetapi dengan cara meningkatkan pembayaran yang lebih tinggi kepada pekerja melalui peningkatan produktivitas pekerja ke tingkat yang lebih tinggi (Weichrich and Koontz, 1993). Dengan cara tersebut kesejahteraan bersama dapat dicapai.
Kesejahteraan maksimum bagi employer tidak hanya diukur dari besarnya dividen tetapi juga berkembangnya bisnis pada tingkat maksimal. Sementara kesejahteraan bagi pekerja tidak hanya dengan upah tinggi, tetapi pada tingkat efisiensi maksimum yaitu di mana pekerja mampu bekerja pada prestasi tertinggi (Taylor, 1967). Sehingga kepentingan keduanya dapat berjalan secara pararel bukan berlawanan. Hal ini berarti bahwa kesejahteraan employer akan eksis dalam jangka panjang jika diikuti dengan kesejahteraan pekerjaan yang bekerja pada produktivitas tinggi.
Misalnya seorang employer (A) dan seorang pekerja yang terlatih secara bersama-sama membuat kaos kaki dan dalam satu hari dihasilkan 2 pasang kaos kaki (efisiensi tinggi). Sementara itu pesaingnya (B) hanya mampu membuat 1 pasang kaos kaki dalam satu hari (efisiensi rendah). Dengan 2 pasang kaos kaki yang dihasilkan akan diperoleh hasil penjualan 2 x lipat dari perolehan 1 pasang kaos kaki. Dengan upah tinggi sekalipun, A masih memperoleh sisa uang yang lebih besar dibanding dengan B
Sumber: Dolah dari Taylor, 1967 p.11
Kondisi dan efisiensi maksimum akan terwujud jika seluruh hasil kerja yang dicapai perusahaan merupakan hasil para pekerja pada tingkat efisiensi maksimum dalam pekerjaannya sehari-hari. Employer harus merubah pandangan sikap terhadap pekerja. Pandangan bahwa seluruh hasil kerja para pekerja adalah milik perusahaan semata harus dirubah. Hal ini penting didasarkan atas pengamatan Taylor terhadap perilaku pekerja yang disebut underworking dan soldiering.
Underworking merupakan suatu kondisi di mana seorang pekerja di bawah form atau di bawah kinerja yang seharusnya dapat dicapai. Seorang pekerja akan bekerja dengan 1/3 atau 1/2 kemampuan yang seharusnya dapat ia lakukan dalam sehari.
Soldiering merupakan kondisi di mana pekerja bekerja secara bermalas-malasan yang timbul secara alamiah (natural soldiering) maupun yang timbul secara sistemik (systematic soldiering). Natural Soldiering adalah sifat malas yang umumnya sudah melekat pada diri manusia.
Beberapa yang dapat menimbulkan Underworking dan Soldiering yaitu:
• Adanya kesalahpahaman, jika pekerjaan cepat selesai, order pekerjaan akan habis, sehingga akan membuat pekerja keluar dari pekerjaannya (dirumahkan). Akibat kesalahpahaman tersebut membuat pekerja bekerja pada batas minimal.
• Sistem manajemen yang kurang baik akan mengakibatkan pekerja akan bekerja dengan santai dan berusaha menjaga kepentingannya. Sistem ini akan menimbulkan soldiering (kemalasan) baik yang sifatnya alamiah maupun sistemik. Soldiering yang bersifat sistemik merupakan hal paling serius akibatnya terhadap efisiensi dan produktifitas kerja.
Di bawah ini terdapat suatu pernyataan yang mencerminkan systemic soldiering.
“Mengapa saya harus bekerja keras ketika si pemalas mendapatkan bayaran yang sama besar dengan apa yang saya kerjakan, padahal dia hanya bekerja setengah dari yang harus dilakukan”
Dari pernyataan di atas, maka systemic soldiering akan mendorong setiap orang meniru perilaku pemalas. Situasi seperti ini akan sangat berbahaya karena akan mendorong timbulnya kemalasan kolektif (kemalasan berjamaah) yang akan berdampak pada produktivitas organisasi perusahaan.
• In-Efisiensi dari metode rule of thumb yaitu metode pelaksanaan pekerjaan yang yang didasarkan atas pengalaman yang diwariskan secara tradisional, dari mulut ke mulut, tidak berdasarkan filosofi dan prinsip-prinsip umum yang dikaji secara ilmiah.
Sehubungan dengan hal itu, Taylor mengajukan lima prinsip pendekatan ilmiah dalam manajemen yaitu:
1. Menggantikan cara kerja rule of thumb dengan cara kerja yang dianalisis secara ilmiah.
2. Menciptakan situasi yang harmonis dalam tindakan bersama.
3. Adanya kerjasama antar manusia dalam organisasi perusahaan, bukan individualisme.
4. Bekerja pada output maksimum, bukan pada output yang terbatas.Mengembangkan seluruh pekerja sampai pada tingkat kesejahteraan yang paling tinggi bagi dirinya dan perusahaan.
Manajemen Konvensional
Dalam manajemen konvensional, pengetahuan cara bekerja yang dimiliki para pekerja merupakan warisan nenek moyang sampai saat ini. Metode pekerjaan pada manajemen konvensional disebut rule of thumb atau pengetahuan yang tradisional karena manajemen konvensional tidak pernah ditemukan prinsip-prinsip umum dan obyektif bagaimana bekerja secara efisien dan efektif. Akibatnya setiap pengetahuan tentang pekerjaan hanya menjadi aset dan dimiliki oleh masing-masing pekerja tertentu.
Karena seluruh persoalan diserahkan kepada prinsip subyektif pekerja, maka tidak ada standar untuk mengukur secara pasti inisiatif, kecuali standar prinsip subyektif atau perasaan pekerja itu sendiri. Akibatnya, imbalan atas inisiatif juga tidak ada standar yang pasti.
Ketergantungan kepada inisiatif pekerja dalam menciptakan pekerjaan yang lebih baik, maka pemilik perusahaan kemudian memberi imbalan kepada para pekerja yang disebut insentif khusus.
Manajemen Ilmiah
Dalam manajemen ilmiah dikembangkan hukum-hukum dan mengajari secara menyeluruh para pekerja, tidak ada pengetahuan, prinsip dan temuan yang disembunyikan. Manajemen ilmiah akan menghasilkan output yang berlimpah baik bagi perusahaan maupun bagi para pekerja dibandingkan dengan manajemen konvensional
Elemen utama dari manajemen ilmiah adalah di mana tugas setiap pekerja secara penuh direncanakan oleh manajemen. Setiap orang menerima instruksi tertulis yang lengkap, uraian tugas yang harus dipenuhi, juga alat-alat yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan. Tugas yang harus dipecahkan tidak dilakukan oleh pekerja sendiri, tetapi dengan upaya kerjasama pekerja dan manajemen. Tugas tidak hanya berisi apa yang harus dikerjakan, tetapi bagaimana hal itu dikerjakan dan waktu yang disediakan untuk mengerjakannya
Taylor menyatakan bahwa peningkatan output dan keharmonisan antar pekerja dan manajemen diperoleh karena penggunaan empat elemen esensi alamiah, yaitu:
1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan pengaturan yang secara ketat gerak setiap orang, penyempurnaan dan standarisasi seluruh kondisi dan implementasi kerja.
2. Penyeleksian dan pelatihan para pekerja menjadi orang kelas satu (the best).
3. Pekerja kelas satu, dengan ilmu dan keterampilannya dijadikan standar bagi pekerja lainnya.
4. Pembagian kerja dan tanggung jawab yang seimbang antara pekerja dan manajemen.
Keuntungan dari manajemen ilmiah antara lain:
1. Pekerja menerima upah yang lebih tinggi.
2. Pekerja bekerja lebih cepat sehingga jam kerja mereka menjadi lebih pendek.
3. Tidak adanya kekhawatiran apabila melakukan kesalahan dalam pekerjaan, karena ada yang membantu dan guru dalam manajemen untuk mempelajari kesalahan tersebut.
4. Adanya penurunan biaya material, meskipun menimbulkan pengeluaran ekstra.
5. Timbulnya hubungan yang akrab antara manajemen dan pekerja
Dengan demikian perubahan metode manajemen rule of thumb ke manajemen ilmiah menimbulkan perubahan komprehensif sikap mental dan pola pikir pekerja terhadap pekerjaan dan terhadap employer. Perubahan sikap mental dan kebiasaan pekerja dengan bekerja sepenuh hati dan bekerja dengan orang-orang dalam manajemen perusahaan
Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi
Pemikiran Taylor melalui gagasan manajemen ilmiah secara filosofis ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan yang maksimum dua pilar utama organisasi perusahaan yaitu pemilik dan pekerja. Kesejahteraan ini akan dicapai apabila kedua pilar tersebut bekerja secara efisien. Untuk bekerja secara efisien diperlukan cara-cara dan teknik bekerja yang dikaji secara ilmiah sehingga sehingga dapat ditemukan cara dan teknik bekerja yang standarisasi. Salah satu hasil kajial ilmiah yang diterapkan Taylor tentang cara dan teknik bekerja yang terkenal adalah studi gerak dan waktu
Gagasan filosofis Taylor memang membawa implikasi dan sekaligus rekomendasi kepada beberapa hal yaitu:
1. Perubahan pola pikir dan cara pandang pekerja dan pemilik perusahaan.
2. Perubahan pola pikir akan tumbuh jika pengusaha dan pekerja sama-sama jujur dan saling terbuka satu sama lain. Keterbukaan akan muncul jika terdapat komunikasi intensif dan selalu berdialog satu sama lain dalam menentukan strategi dan target perusahaan sesuai dengan kemampuan dan potensi pekerja dan perusahaan. Sehingga pekerja pekerja akan merasa terlibat dan dilibatkan dalam penentuan kebijakan perusahaan dan menumbuhkan tanggung jawab moral.
3. Perlunya keterbukaan (transparansi) pemilik perusahaan, terutama berkaitan dengan pembagian dan distribusi hasil efisiensi pekerjaan yang harus diberikan kepada pekerja.
4. Berdasarkan hal tersebut, maka akan terjadi reposisi relasi antara pemilik perusahaan dan pekerja dari posisi saling berhadapan ke posisi saling bekerja sama.
5. Dengan reposisi relasi antara pemilik perusahaan dan pekerja, maka konflik industrial akan dapat ditekan pada tingkat minimal serta terciptanya efisiensi.
Jika itu semua terwujud dalam perusahaan, niscaya suasana dan kondisi dalam organisasi perusahaan akan tercipta dengan harmonis, konflik hubungan industrial dapat ditekan, yang pada akhirnya akan membawa berkah kepada kebangkitan perekonomian Indonesia khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
RESUME/ PENDAPAT:
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan pekerja tidak hanya dengan menurunkan biaya yang lebih rendah tetapi dengan cara meningkatkan pembayaran yang lebih tinggi kepada pekerja melalui peningkatan produktivitas pekerja ke tingkat yang lebih tinggi juga dengan menghindari Adanya kesalahpahaman, jika pekerjaan cepat selesai, order pekerjaan akan habis, sehingga akan membuat pekerja keluar dari pekerjaannya (dirumahkan). Akibat kesalahpahaman tersebut membuat pekerja bekerja pada batas minimal.
Jumat, 24 Desember 2010
Langganan:
Postingan (Atom)